Ketahuilah! Bahwa Allah dan Rasul-Nya telah mengutamakan nikah dan memberikan dorongan yang kuat untuk menuju ke sana. Allah Ta'ala berfirman,
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Ruum: 21)
Di antara bentuk kesempurnaan rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kesempurnaan hikmah-Nya adalah Allah tidak menciptakan makhluk hanya sejenis. Setiap sesuatu telah Dia ciptakan dalam kondisi berpasang-pasangan, supaya kehidupan ini bisa terus berlanjut. Di antaranya manusia, Allah telah menciptakan mereka dalam jenis laki-laki dan perempuan agar tercipta cinta dan kasih sayang serta agar lahir keturunan sehingga terjaga keberlangsungan hidup.
Sedangkan orang yang menyeru dilegalkannya kawin sesama sejis berarti melawan qadrat yang sudah Allah tetapkan dan melanggar fitrah lurus yang dimiliki manusia normal.
Ini semua menunjukkan urgensi pernikahan dan metovasi untuk menikah. Kalau bukan karena ini, tentu makhluk hidup cukup sejenis saja. Akan tetapi, Allah dengan hikmah-Nya yang luar biasa mengatur apa saja dengan rapi dan indah tidak melakukan demikian. Dia ciptakan berpasangan dan Dia perintahkan juga menikah sebagai jalan termormat untuk mendapatkan keturunan.
Allah Ta'ala berfirman,
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
"Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (QS. Al-Nisa': 3)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Nuur: 32)
Anjuran Menikah dalam Hadits
Dalam khazanah hadits Nabi Sٍhallallahu 'ِِAlaihi Wasallam, terdapat banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan menikah. Berikut ini beberapa yang dapat kami sebutkan:
Pertama, Hadits Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat menjadi tameng baginya (melemahkan syahwat)." (Muttafaq 'alaih)
Hadits shahih ini menjadi sandaran dalam masalah ini. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajak bicara para pemuda umat ini, kapan sajadan dan mereka, yang sudah memiliki kemampuan menikah, agar segera menikah. Kemudian beliau menjelaskan pengaruh dan manfaatnya, yaitu menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Keduanya merupakan sesuatu yang paling penting untuk dijaga oleh setiap orang. Sebab, mata dan kemaluan merupakan pintu masuk utama bagi setiap keburukan. Mata itulah yang melihat dan kemudian menimbulkan hasrat dan angan-angan. Sedangkan kemaluan yang membenarkan atau mendustakannya.
Dalam memahami kata al-ba'ah dalam hadits di atas ada beberapa pendapat. Ada yang memahaminya sebagai sebagai kemampuan untuk menikah, ada yang memahami lain sebagai kemampuan untuk berjima'; dan ada yang memahami sebagai kemampuan untuk memberi nafkah. Dan sebenarnya, kata ba'ah bisa mencakup ketiga-tiganya.
Al-Ba'ah bisabermakna kemampuan menikah, kemampuan berjima', dan kemampuan memberi nafkah.
Hadits di atas menunjukkan dengan jelas akan kewajiban menikah bagi yang sudah mampu. Sebab, lafadz, hadits menggunakan bentuk perintah, yaitu fal-yatazawwaj (maka hendaklah menikah).
Hadits juga menunjukkan larangan melajang, seperti yang bisa kita pahami berdasarkan lahiriyah kalimat dalam hadits. Hadits di atas juga menunjukkan haramnya kebiri, karena hadits memberikan alternatif bagi yang belum mampu menikah agar berpuasa.
Kedua, hadits shahih dari Sa'ad bin Abi Waqqash radliyallah 'anhu, bahwa dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak memperkenankan Utsman bin Mazghun untuk melajang. Kalau saja beliau membolehkan hal itu, tentu kami akan melakukan pengebirian." (HR. Bukhari)
Al-Bukhari memasukkan hadits ini dalam shahihnya di bawah bab "Melajang dan mengebiri yang tidak disukai."
Ketiga, diriwayatkan dari samurah bin Jundub, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang melajang.
Pernah ada tiga orang yang datang menghadap Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu salah seorang dari mereka berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah." Nabi Kemudian bersabda; "Demi Allah aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku ini berpuasa dan juga berbuka, mengerjakan shalat malam dan juga tidur, serta menikahi beberapa wanita. Maka, barangsiapa benci terhadap sunnahku, dia bukan bagian dari umatku." (HR. Bukhari)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa kebencian untuk menikah tanpa ada alasan syar'i, bahkan dalam rangka ta'abbud kepada Allah, merupakan bentuk kebencian kepada sunnah yang mulia serta sebagai bentuk kejahilannya terhadap petunjuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Lalu, bagaimana dengan orang yang tidak menikah karena alasan yang tidak jelas kemudian memenuhi birahinya dengan berzina atau melakukan onani dan mansturbasi? Mereka telah melakukan perbuatan yang keji dan hina yang bisa merusak kehormatan wanita, menciderai nasab, dan merusak kelangsungan hidup manusia.
Keempat, dalam riwayat Ibnu Umar, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ
"Nikhilah wanita-wanita yang penyayang lagi subur, karena aku akan berbangga dengan banyaknya jumlah kalian pada hari kiamat nanti di hadapan umat-umat yang lain." (HR. Abu Dawud dan Nasai)
Hadits ini juga menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menikah dan memperbanyak anak. Mafhum mukhalafahnya, sangat dilarang untuk membujang tanpa dan membatasi anak tanpa sebab yang syar'i.
Perhatian Ulama Salaf Terhadap Nikah
Kaum salaf sangat antusias untuk menikah, karena mereka mengetahui adanya kebaikan yang banyak dan pahala yang besar di dalamnya.
Ibnu Mas'ud Radliyallah 'Anhu berkata, "Kalau saja aku belum terlalu tua seperti ini, tentu aku ingin agar di sisiku ada seorang istri." (Diriwayatkan Ibnu Syaibah (III/453-454 dengan sanad yang shahih)
Ibnu 'Abbas Radliyallah 'Anhu pernah bertanya kepada Sa'id bi Zubair, "Apakah engkau telah menikah?' Dia menjawab, "Belum." Ibnu 'Abbas lalu berkata kepadanya,
فَتَزَوَّجْ فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً
"Menikahlah, karena sebaik-baik umat ini adalah paling banyak istrinya." (HR. al Bukhari, no. 4681)
..Tidaklah seseorang itu berbuat zina melainkan akan dicabut darinya cahaya Islam. Jika Allah menghendaki bisa mengembalikan cahaya itu atau tidak mengembalikannya."
Ibnu 'Abbas pernah berkata kepada anak-anaknya, "Sesungguhnya kalian nampak sudah dewasa dalam memandang seorang wanita. Karena itu, siapa di antara kalian yang saya nikahkan, akan segera saya nikahkan. Tidaklah seseorang itu berbuat zina melainkan akan dicabut darinya cahaya Islam. Jika Allah menghendaki bisa mengembalikan cahaya itu atau tidak mengembalikannya."
Thawus bin Kisan berkata, "Tidak akan sempurna ibadah seorang pemuda hingga dia menikah."
Ibrahim bin Maisarah berkata, "Thawus pernah berkata kepadaku, 'Engkau mau menikah, atau akan aku katakan kepadamu perkataan yang pernah diucapkan Umar kepada Abu al-Zawa'id, "Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah kecuali kelemahan atau dosa."
"Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah kecuali kelemahan atau dosa." Umar bin Khathab
Imam Ahmad bin Hambal berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih baik untuk dimiliki seorang wanita daripada seorang suami, dan tidak sesuatu yang lebih baik untuk dimiliki seorang laki-laki daripada seorang istri."
Beliau juga berkata, "Hidup melajang sama sekali bukan bagian dari Islam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sendiri lima belas wanita dan wafat dalam keadaan meninggalkan sembilan orang istri." Selanjutnya beliau berkata lagi, "Seandainya Bisyr bin al-Harits menikah, tentu urusannya menjadi sempurna." (Al-Wara' karaya Al-Khalal hal. 93-94 ketika berbicara mengenai Imam Ahmad)
Riwayat-riwayat dalam masalah ini sangat banyak, namun yang telah disebutkan di atas kiranya sudah mencukupi untuk memotifasi menikah, bahwa menikah lebih baik daripada melajang. (PurWD/voa-islam)
Ini semua menunjukkan urgensi pernikahan dan metovasi untuk menikah. Kalau bukan karena ini, tentu makhluk hidup cukup sejenis saja. Akan tetapi, Allah dengan hikmah-Nya yang luar biasa mengatur apa saja dengan rapi dan indah tidak melakukan demikian. Dia ciptakan berpasangan dan Dia perintahkan juga menikah sebagai jalan termormat untuk mendapatkan keturunan.
Allah Ta'ala berfirman,
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
"Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (QS. Al-Nisa': 3)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Nuur: 32)
Anjuran Menikah dalam Hadits
Dalam khazanah hadits Nabi Sٍhallallahu 'ِِAlaihi Wasallam, terdapat banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan menikah. Berikut ini beberapa yang dapat kami sebutkan:
Pertama, Hadits Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat menjadi tameng baginya (melemahkan syahwat)." (Muttafaq 'alaih)
Hadits shahih ini menjadi sandaran dalam masalah ini. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajak bicara para pemuda umat ini, kapan sajadan dan mereka, yang sudah memiliki kemampuan menikah, agar segera menikah. Kemudian beliau menjelaskan pengaruh dan manfaatnya, yaitu menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Keduanya merupakan sesuatu yang paling penting untuk dijaga oleh setiap orang. Sebab, mata dan kemaluan merupakan pintu masuk utama bagi setiap keburukan. Mata itulah yang melihat dan kemudian menimbulkan hasrat dan angan-angan. Sedangkan kemaluan yang membenarkan atau mendustakannya.
Dalam memahami kata al-ba'ah dalam hadits di atas ada beberapa pendapat. Ada yang memahaminya sebagai sebagai kemampuan untuk menikah, ada yang memahami lain sebagai kemampuan untuk berjima'; dan ada yang memahami sebagai kemampuan untuk memberi nafkah. Dan sebenarnya, kata ba'ah bisa mencakup ketiga-tiganya.
Al-Ba'ah bisabermakna kemampuan menikah, kemampuan berjima', dan kemampuan memberi nafkah.
Hadits di atas menunjukkan dengan jelas akan kewajiban menikah bagi yang sudah mampu. Sebab, lafadz, hadits menggunakan bentuk perintah, yaitu fal-yatazawwaj (maka hendaklah menikah).
Hadits juga menunjukkan larangan melajang, seperti yang bisa kita pahami berdasarkan lahiriyah kalimat dalam hadits. Hadits di atas juga menunjukkan haramnya kebiri, karena hadits memberikan alternatif bagi yang belum mampu menikah agar berpuasa.
Kedua, hadits shahih dari Sa'ad bin Abi Waqqash radliyallah 'anhu, bahwa dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak memperkenankan Utsman bin Mazghun untuk melajang. Kalau saja beliau membolehkan hal itu, tentu kami akan melakukan pengebirian." (HR. Bukhari)
Al-Bukhari memasukkan hadits ini dalam shahihnya di bawah bab "Melajang dan mengebiri yang tidak disukai."
Ketiga, diriwayatkan dari samurah bin Jundub, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang melajang.
Pernah ada tiga orang yang datang menghadap Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu salah seorang dari mereka berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah." Nabi Kemudian bersabda; "Demi Allah aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku ini berpuasa dan juga berbuka, mengerjakan shalat malam dan juga tidur, serta menikahi beberapa wanita. Maka, barangsiapa benci terhadap sunnahku, dia bukan bagian dari umatku." (HR. Bukhari)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa kebencian untuk menikah tanpa ada alasan syar'i, bahkan dalam rangka ta'abbud kepada Allah, merupakan bentuk kebencian kepada sunnah yang mulia serta sebagai bentuk kejahilannya terhadap petunjuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Lalu, bagaimana dengan orang yang tidak menikah karena alasan yang tidak jelas kemudian memenuhi birahinya dengan berzina atau melakukan onani dan mansturbasi? Mereka telah melakukan perbuatan yang keji dan hina yang bisa merusak kehormatan wanita, menciderai nasab, dan merusak kelangsungan hidup manusia.
Keempat, dalam riwayat Ibnu Umar, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ
"Nikhilah wanita-wanita yang penyayang lagi subur, karena aku akan berbangga dengan banyaknya jumlah kalian pada hari kiamat nanti di hadapan umat-umat yang lain." (HR. Abu Dawud dan Nasai)
Hadits ini juga menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menikah dan memperbanyak anak. Mafhum mukhalafahnya, sangat dilarang untuk membujang tanpa dan membatasi anak tanpa sebab yang syar'i.
Perhatian Ulama Salaf Terhadap Nikah
Kaum salaf sangat antusias untuk menikah, karena mereka mengetahui adanya kebaikan yang banyak dan pahala yang besar di dalamnya.
Ibnu Mas'ud Radliyallah 'Anhu berkata, "Kalau saja aku belum terlalu tua seperti ini, tentu aku ingin agar di sisiku ada seorang istri." (Diriwayatkan Ibnu Syaibah (III/453-454 dengan sanad yang shahih)
Ibnu 'Abbas Radliyallah 'Anhu pernah bertanya kepada Sa'id bi Zubair, "Apakah engkau telah menikah?' Dia menjawab, "Belum." Ibnu 'Abbas lalu berkata kepadanya,
فَتَزَوَّجْ فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً
"Menikahlah, karena sebaik-baik umat ini adalah paling banyak istrinya." (HR. al Bukhari, no. 4681)
..Tidaklah seseorang itu berbuat zina melainkan akan dicabut darinya cahaya Islam. Jika Allah menghendaki bisa mengembalikan cahaya itu atau tidak mengembalikannya."
Ibnu 'Abbas pernah berkata kepada anak-anaknya, "Sesungguhnya kalian nampak sudah dewasa dalam memandang seorang wanita. Karena itu, siapa di antara kalian yang saya nikahkan, akan segera saya nikahkan. Tidaklah seseorang itu berbuat zina melainkan akan dicabut darinya cahaya Islam. Jika Allah menghendaki bisa mengembalikan cahaya itu atau tidak mengembalikannya."
Thawus bin Kisan berkata, "Tidak akan sempurna ibadah seorang pemuda hingga dia menikah."
Ibrahim bin Maisarah berkata, "Thawus pernah berkata kepadaku, 'Engkau mau menikah, atau akan aku katakan kepadamu perkataan yang pernah diucapkan Umar kepada Abu al-Zawa'id, "Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah kecuali kelemahan atau dosa."
"Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah kecuali kelemahan atau dosa." Umar bin Khathab
Imam Ahmad bin Hambal berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih baik untuk dimiliki seorang wanita daripada seorang suami, dan tidak sesuatu yang lebih baik untuk dimiliki seorang laki-laki daripada seorang istri."
Beliau juga berkata, "Hidup melajang sama sekali bukan bagian dari Islam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sendiri lima belas wanita dan wafat dalam keadaan meninggalkan sembilan orang istri." Selanjutnya beliau berkata lagi, "Seandainya Bisyr bin al-Harits menikah, tentu urusannya menjadi sempurna." (Al-Wara' karaya Al-Khalal hal. 93-94 ketika berbicara mengenai Imam Ahmad)
Riwayat-riwayat dalam masalah ini sangat banyak, namun yang telah disebutkan di atas kiranya sudah mencukupi untuk memotifasi menikah, bahwa menikah lebih baik daripada melajang. (PurWD/voa-islam)