RAMADHAN selalu memberi kesan bagi jiwa-jiwa perindu surga, beragam cara dilakukan untuk menyambutnya. Bulan yang kehadirannya selalu dinanti-nantikan umat Islam di dunia, juga menorehkan tinta keindahan bagi muslimah Indonesia di Hong Kong.
Di tengah penatnya aktivitas kerja selama sepekan, nakerwan, ghirah mereka menghidupkan cahaya Ramadhan sangat bergema.
Ahad (18/7/2010), bertempat di Masjid Tsim Sha Tsui, Kowloon, ratusan muslimah Indonesia di Hong Kong memadati aula masjid. Menyambut bulan suci Ramadhan, muslimah Hong Kong mendatangkan ustadzah kondang dari Jakarta, Hj Irena Handono.
Pengajian dengan tema ‘Persiapan Jelang Ramadhan Menjadi Muslimah Sejati’ ini diprakarsai oleh Pondok Fatimah Al Khauni dan organisasi Nihayatuz Zain. Tema Ramadhan dijadikan sebagai fokus muslimah nakerwan Hong Kong, untuk mengokohkan akidah agar tidak terkikis oleh godaan budaya di negeri yang bebas budaya itu.
“Persiapan Ramadhan ini adalah hal yang sangat urgent untuk meningkatkan iman dan takwa’, ujar Ukhti Dwi, ketua panitia penyelenggara. “Apalagi di negara yang mayoritas tidak beragama, agar akidah tidak terkikis budaya bebas, dibutuhkan usaha keras untuk selalu memperkuat iman,” lanjutnya.
Meski pengajian ini diprakarsai oleh para nakerwan, tapi jama’ahnya terbuka untuk semua umat Islam di Hong Kong.
‘Target kami adalah semua umat Islam di Hong Kong, baik yang berjilbab maupun yang belum berjilbab, semua akan kami terima mengikuti acara ini’, Jelasnya Dwi.
Dalam taushiyahnya, Ustadzah Irena Handono mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi para nakerwan Indonesia di Hong Kong. Ustadzah berdarah Tionghoa ini merasa miris dengan cara hidup di lingkungan non Islam.
“Tetaplah berada di masjid dan majlis taklim, karena inilah cara terbaik menyelamatkan akidah dari budaya Hong Kong,” pesan ustadzah pendiri Irena Center Jakarta ini.
Jama’ah pengajian antusias dan nyaman menyimak taushiyah Ustadzah Irena Handono. Dengan panggilan yang akrab, santun dan penuh kasih sayang, Bunda Irena menyapa jamaah pengajian dengan “ananda.”
Subhanallah!! Takjub!! Itulah kesan singkat reporter voa-islam ketika pertama kali menyaksikan pemandangan indah di Masjid Agung Tsim Sha Tsui. Aula masjid penuh oleh muslimah dari Indonesia, terutama bila ada event keagamaan yang diadakan oleh muslim Indonesia.
Di antara kerumunan jamaah tersebut ada juga muslimah Hong Kong, yang tidak bisa berbahasa Indonesia sepatah katapun, namun ikut membaur dengan para muslimah Indonesia. Apa yang dilakukan oleh muslimah anggun berkulit putih tersebut membuat voa-islam.com terpana. Karena selama bertahun-tahun hidup di Hong Kong, ini adalah peristiwa pertama yang disaksikannnya.
Usai menunaikan shalat zuhur yang diimami oleh imam dari Pakistan, ada wanita Hong Kong yang berjabat tangan dan mencium kedua pipi warga imigran dengan penuh kasih sayang layaknya seorang saudara dekat. Hilanglah batas dan sekat maupun kasta antara status “buruh migran” dengan “warga pribumi” Hong Kong yang umumnya berpenghasilan cukup dan berstatus sosial tinggi. Ukhuwah Islam telah menghapus sekat-sekat duniawi.
Hong Kong yang selama ini dikenal sebagai negara sibuk dan terkenal individualis, di mana sesama orang sekitar tidak menyapa kalau tidak benar-benar kenal dengan baik. Bahkan dalam beberapa kasus, majikan Hong Kong memperlakukan pembantu –yang umumnya pekerja migran dari Filipina, Indonesia, Thailand dan beberapa Negara Asia– dengan perlakuan kurang manusiawi.
Di Masjid Nathan Road Tsim Sha Tsui, Koowlon, ukhuwah islamiyah telah mengurai benang kusut dan pembatas antara golongan tinggi dan golongan biasa. Dengan Islam yang menancap di dada, penghalang itu runtuh. Begitu indah akhlak muslimah Hong Kong itu, karena menjadikan Islam sebagai prinsip yang mengatur hidupnya, sehingga ia mampu mematahkan belenggu jarak antara pekerja kasar dengan penduduk lokal. Ia tak hanya anggun, kulitnya yang putih bersih khas kulit orang China membuatnya kelihatan amat cantik, namun hatinya lebih cantik dari fisiknya, Subhanallah, sebuah renungan dan pelajaran yang menggugah nurani. [yuliana/voa-islam.com]
“Persiapan Ramadhan ini adalah hal yang sangat urgent untuk meningkatkan iman dan takwa’, ujar Ukhti Dwi, ketua panitia penyelenggara. “Apalagi di negara yang mayoritas tidak beragama, agar akidah tidak terkikis budaya bebas, dibutuhkan usaha keras untuk selalu memperkuat iman,” lanjutnya.
Meski pengajian ini diprakarsai oleh para nakerwan, tapi jama’ahnya terbuka untuk semua umat Islam di Hong Kong.
‘Target kami adalah semua umat Islam di Hong Kong, baik yang berjilbab maupun yang belum berjilbab, semua akan kami terima mengikuti acara ini’, Jelasnya Dwi.
Dalam taushiyahnya, Ustadzah Irena Handono mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi para nakerwan Indonesia di Hong Kong. Ustadzah berdarah Tionghoa ini merasa miris dengan cara hidup di lingkungan non Islam.
“Tetaplah berada di masjid dan majlis taklim, karena inilah cara terbaik menyelamatkan akidah dari budaya Hong Kong,” pesan ustadzah pendiri Irena Center Jakarta ini.
Jama’ah pengajian antusias dan nyaman menyimak taushiyah Ustadzah Irena Handono. Dengan panggilan yang akrab, santun dan penuh kasih sayang, Bunda Irena menyapa jamaah pengajian dengan “ananda.”
Subhanallah!! Takjub!! Itulah kesan singkat reporter voa-islam ketika pertama kali menyaksikan pemandangan indah di Masjid Agung Tsim Sha Tsui. Aula masjid penuh oleh muslimah dari Indonesia, terutama bila ada event keagamaan yang diadakan oleh muslim Indonesia.
Di antara kerumunan jamaah tersebut ada juga muslimah Hong Kong, yang tidak bisa berbahasa Indonesia sepatah katapun, namun ikut membaur dengan para muslimah Indonesia. Apa yang dilakukan oleh muslimah anggun berkulit putih tersebut membuat voa-islam.com terpana. Karena selama bertahun-tahun hidup di Hong Kong, ini adalah peristiwa pertama yang disaksikannnya.
Usai menunaikan shalat zuhur yang diimami oleh imam dari Pakistan, ada wanita Hong Kong yang berjabat tangan dan mencium kedua pipi warga imigran dengan penuh kasih sayang layaknya seorang saudara dekat. Hilanglah batas dan sekat maupun kasta antara status “buruh migran” dengan “warga pribumi” Hong Kong yang umumnya berpenghasilan cukup dan berstatus sosial tinggi. Ukhuwah Islam telah menghapus sekat-sekat duniawi.
Masjid Nathan Road Tsim Sha Tsui, Koowlon |
Hong Kong yang selama ini dikenal sebagai negara sibuk dan terkenal individualis, di mana sesama orang sekitar tidak menyapa kalau tidak benar-benar kenal dengan baik. Bahkan dalam beberapa kasus, majikan Hong Kong memperlakukan pembantu –yang umumnya pekerja migran dari Filipina, Indonesia, Thailand dan beberapa Negara Asia– dengan perlakuan kurang manusiawi.
Di Masjid Nathan Road Tsim Sha Tsui, Koowlon, ukhuwah islamiyah telah mengurai benang kusut dan pembatas antara golongan tinggi dan golongan biasa. Dengan Islam yang menancap di dada, penghalang itu runtuh. Begitu indah akhlak muslimah Hong Kong itu, karena menjadikan Islam sebagai prinsip yang mengatur hidupnya, sehingga ia mampu mematahkan belenggu jarak antara pekerja kasar dengan penduduk lokal. Ia tak hanya anggun, kulitnya yang putih bersih khas kulit orang China membuatnya kelihatan amat cantik, namun hatinya lebih cantik dari fisiknya, Subhanallah, sebuah renungan dan pelajaran yang menggugah nurani. [yuliana/voa-islam.com]