Home » » Hijab & The City Jembatani Budaya Muslim Dan Perancis

Hijab & The City Jembatani Budaya Muslim Dan Perancis

Written By Unknown on Minggu, 03 Oktober 2010 | 06.49

PARIS – Anak bungsu dari enam bersaudara, yang semuanya terlahir di Perancis dari orang tua yang berasal dari Moroko, Mariame Tighanimine kala itu sedang berada di tahun terakhir Sekolah Menengah Atas ketika undang-undang tahun 2004 diloloskan – yang melarang mempertontonkan simbol keagamaan yang "menonjol" (termasuk jilbab) di sekolah negeri Perancis.

"Ada empat dari kami semua yang harus membuat sebuah keputusan," Tighanimine, yang telah mengenakan jilbab selama bertahun-tahun, mengatakan. "Kami memutuskan untuk menghormati undang-undang tersebut dan menggunakan bandana yang kami beli di Zara."

Perdebatan baru-baru ini di masyarakat Perancis atas burqa mengingatkan kembali kehebohan atas jilbab yang mulai pada 10 tahun yang lalu. Pada masa, ketika majalah Le Figaro menayakan pertanyaan: "Siapa yang harus beradaptasi, Muslim atau Perancis?"

Pada 13 Juli, parlemen Perancis memilih untuk melarang jilbab yang panjang menyeluruh. Pemilihan tersebut menggarisbawahi sekali lagi ketidaknyamanan Eropa dengan masalah-masalah imigrasi, agama dan etnisitas yang telah muncul di hadapan negara-negara seperti Perancis yang ogah-ogahan menjadi sebuah panci pemanas.

Namun banyak pemuda Muslim Perancis yang tidak dapat melihat tentang apa sebenarnya semua kehebohan ini.

"Perancis adalah sebuah tanah imigrasi," kata Tighanimine, yang sekarang berusia 23 tahun dan merupakan salah satu pendiri dari sebuah website majalah (webzine) berbahasa Perancis yang disebut "Hijab and The City" (Jilbab dan Kota).

"Saya tidak pernah mengetahui apapun kecuali Perancis. Segala sesuatu yang telah saya serap adalah bahasa Perancis. Saya mendukung negara ini dan tidak memaksakan agama saya kepada siapa saja," ia mengatakan.

Orang tua Tighanimine datang ke Perancis dari Moroko bagian selatan pada awal tahun 1970-an dan menetap di daerah pinggiran kota Perancis.

Tighanimine lulus dan meraih gelar sarjana mudanya dan pergi untuk mendapatkan sebuah gelar universitas dalam bidang sosiologi dan ekonomi. Kakak perempuannya, Khadija, yang telah belajar arsitektur dan urbanisme, sementara itu belum dapat menemukan sebuah pekerjaan.

"Ia pada dasarnya mengatakan bahwa jika ia melepas jilbabnya kemudian ia akan dipekerjakan," Tighanumine mengatakan.

"Kami berada di sebuah negara di mana kami secara terus-menerus telah membuktikan diri kami sendiri. Negara-negara lain fokus pada lingkungan atau masalah-masalah sosial. Di sini mereka fokus pada sesuatu yang sama sederhananya dengan sebuah jilbab."

"Saya tidak pernah mengantisipasi masalah-masalah tersebut akan berakibat di Perancis," ia mengatakan.

Khadija dan Mariame memutuskan bahwa jika tidak ada orang yang memperkerjakan mereka, mereka akan beralih pada bisnis mereka sendiri.

"Hijab and the City," adalah sebuah majalah website untuk "para wanita berbudaya Muslim," pindah pada Mei 2008 dan telah secara seimbang menarik banyak pembaca.

Kombinasi dari dunia jilbab, sebuah kata luas untuk penutup kepala dengan terinspirasi seial TV 'the Candace Bushnell, bermaksud untuk menggarisbawahi bahwa "kami adalah umat Muslim Barat, yang menjalani agama kami sambil tetap menjadi wanita."

Tighannimine senang mengatakan, "Kami lebih dari sekedar jilbab yang berjalan."

Desain yang bersih dan sederhana dari situs tersebut meliput semacam topik yang luas seperti memasak, fashion, dan kecantikan, kehidupan lajang dan menikah, psikologi dan spiritualitas.

Ditulis dalam sebuah nada yang "ringan", kakak beradik tersebut dan para kolumnisnya (tidak ada satupun dari mereka yang berjilbab) menulis tentang segala sesuatu dari lingkungan, konsumerisme, pemerkosaan, AIDS, urusan tambahan pernikahan, burqa dan Piala Dunia."

"Kami tidak memiliki tabu," Tighanimine mengatakan.

Untuk bagian "psikologi" dari situs tersebut, Tighanimine bersaudari dapat meyakinkan Fatma Mamouni, seorang psikolog klinik, untuk bekerja dengan sukarela untuk kepentingan umum menjawab pertanyaan para pembaca.

Mamouni "dipekerjakan" karena pengetahuannya tentang Islam sama terbukanya dengan pemikirannya yang terbuka.

"Ia tidak mementingkan moralitas. Ia memahami sensibilitas keagamaan namun ia tidak mengulang ayat-ayat dari Al-Qur'an sebagai sebuah solusi," Tighanimine mengatakan dengan tertawa.

Sementara Khadija berkonsentrasi menulis editorial tentang subjek yang lebih "serius", Tighanimine jauh lebih nyaman di depan sebuah kamera dan secara teratur memproduksi video-video tentang subjek yang berjangkauan dari fashion sampai kue-kue mangkuk kecil bekerjasama dengan seorang pelatih pribadi.

Evolusi Tighanimine sebagai seorang videografer adalah bukti ketika membandingkan hasil karya awalnya, yang mana kegagalannya membuatnya tertawa geli, sampai pada sebuah tingkatan yang lebih profesional kemudian, meskipun masih menjaga atmosfir tetap menyenangkan.

"Kami tidak tertarik menjadi militan. Kami menemukan bahwa hal ini kotra-produktif. Apa yang kami inginkan adalah untuk menciptakan jembatan dan menyediakan sebuah forum untuk diskusi," ia mengatakan.

Tighanimine juga melihat dirinya sendiri sebagai seorang pengusaha dan berharap situs tersebut akan menjadi sebuah perusahaan yang nyata.

Untuk saat ini "Hijab and the City," dengan 46.000 pengunjungnya yang unik setiap bulannya, dibiayai sendiri, walaupun ketiga saudari tersebut masih bekerja di rumah orang tua mereka. Mereka mengatakan bahwa mereka sudah dekat dengan penandatanganan sebuah penyewaan apartemen di Paris.

Periklanan sedang naik namun "Kami tidak memiliki peluang yang sama dengan yang lainnya karena para pemasang iklan melihat kami sebagai media yang 'terlalu Muslim'," Tighanimine mengatakan. pada saat yang bersamaan kami tidak ingin menerima terlalu banyak iklan untuk toko daging Halal – maksud saya baik Anda mewah ataupun tidak!"

Membuat sebuah jilbab terlihat glamor di Perancis tidaklah mudah.

"Kami sering dihina oleh para wanita, kami disebut keturunan Iran. Saya bahkan pernah didorong," ia mengatakan.

Pada masalah agama, Tighanimine lelah bertanggung jawab atas apa yang terjadi di belahan dunia Muslim yang lain.

"Islam bukanlah agama monolitik," ia mengatakan. "Islam di Yaman bukanlah Islam yang saya praktikkan. Saya tidak akan pernah mengatakan kepada seorang wanita bahwa ia seharusnya mengenakan Jilbab atau melepasnya untuk masalah itu. Tentu saja saya menentang undang-undang bengis yang mengijinkan kekerasan terhadap para wanita di mana kehormatan wanita dikhawatirkan."

Ketika "Hijab and the City" memperoleh ketenaran, para saudari Tighaniine diminta untuk berpartisipasi dalan perdebatan meja bundar dan konferensi-konferensi tentang wanita. Tighanimine tertawa kecil, mengenang kembali bagaimana seorang Islamolog terkenal yang baru-baru ini ia temui pada sebuah konferensi yang mengatakan kepadanya bahwa ini adalah pertama kalinya ia merasa menaruh hormat pada seorang wanita berjilbab.

"Lihatlah," Tighanimine mengatakan. "Kami bukanlah imam. Pendekatan kami untuk situs kami adalah kewiraswastaan. Kami tertarik baik itu pada institusi keagamaan atau politik. Kami percaya dalam diskusi dan ingin melebihi batas iklim-mikro yang adalah Perancis." (ppt/gp) www.suaramedia.com
Share this article :
 
Copyright © 2013. Wanita Muslim - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger