Mendengar suara-suara hati, kadangkala tidak mudah bagi kita untuk membedakan mana yang benar-benar kata hati atau bahkan petunjuk dari malaikat, dan mana yang bisikan setan atau suara nafsu yang ditunggangi setan.Memang, secara mudah kita bisa membuat klasifikasi hitam-putih; bisikan untuk melakukan atau meraih sesuatu yang baik adalah bisikan dari malaikat atau hati nurani. Sedang bisikan hati untuk melakukan keburukan, pasti datang dari setan.
Klasifikasi di atas memang tidak salah. Pasalnya,suara-suara hati tidak bernada, yang satu tidak lebih sumbang dari yang lain dan punya wujud yang sama hingga sulit dibedakan siapa yang membisikkan. Kita tidak bisa mengenali siapa pembisiknya kecuali dari motif dan tujuannya. Kalau baik berarti dari hati nurani atau malaikat, kalau jahat berarti setan.
Hanya saja, rasanya setan juga tahu akan hal ini. Kalau cuma melulu membisikkan agar manusia berzina, menjadi sombong dan pelit, trik penyesatan setan akan mudah dikenali. Hati orang beriman akan resisten terhadap bisikan-bisikan semacam itu. Ibarat virus, eksistensi dari virus tersebut sudah terlalu familiar bagi antivirus hingga akan segera di remove (dibuang). Harus ada jebakan, tipuan dan manipulasi. Kalau manusia mengidentifikasi bisikan baik sebagai bisikan hati yang harus dituruti, maka tidak menutup kemungkinan setan akan menjebak manusia dengan bisikan baik. Namun dibalik itu, sebenarnya manusia sedang digiring secara perlahan menuju kebinasaan.
Coba kita ambil contoh sebagai renungan, saat menerima gaji bulanan yang hanya 500 ribu, tidak mudah bagi seseorang untuk langsung memikirkan infak. Sebab dalam bayangannya, uang tersebut sudah habis dibagi untuk pos-pos pengeluaran yang sudah menunggu sejak awal bulan; makan, listrik, sewa rumah, bulanan sekolah anak dan membayar utang karena kemarin sakit -misalnya.Sebuah bisikan pun muncul, “Andai gajimu 10 juta sebulan, tentu kau bisa banyak berinfak, membantu kegiatan keislaman, menyekolahkan anak yatim, bahkan memberangkatkan haji ayah dan ibu. Karena itu, bekerjalah lebih keras!”
Bersit hati ini, tak sedikitpun mengisyaratkan keburukan. Tidak mungkin berasal dari setan. Benarkah? Belum tentu. Ada kemungkinan ini tipuan setan. Setelah bekerja keras, siang dan malam dan gaji benar-benar menjadi 10 juta, apakah yang akan terjadi adalah meningkatnya jumlah infak menjadi 6 digit, pos pengeluaran bertambah item: bulanan anak yatim, cicilan haji, bantuan bencana, infak pengajian danbuku-buku Islam?
Belum tentu juga. Jika ini jebakan, pasti ada lubang pada ujungnya. Setan akan membuat nilai 10 juta itu menjadi kecil dengan pertanyaan berikut: “Gaji segitu masak iya masih naik motor keluaran tahun 90, bukan mobil? belum bisa nyicil rumah dan masih kontrak? masih makan di warung pinggir jalan dan belum merasakan restoran? Tidak mengajak keluarga refreshing keluar kota setiap bulan? Kalung dileher istri hanya 3 gram dan tangannya dibiarkan rusak gara-gara cucian?Kapan punya pembantu?anak sekolah di sekolah kelas internasional?HP dan laptop masih jadul? Minyak wangi masih bibit murahan?Dan sebagainya.
Setelah gaji menjadi 10 juta, setan akan berusaha untuk memastikan bahwa seseorang akan menjawab, “ Tidak. Wajarkan kalau semua itu harus berganti?” Dandengan jawaban itu, angka 10 juta akan menjadi kecil, bahkan mungkin kurang. Bagaimana dengan draft anggaran infak? Angan akan kembali dibisikkan, andai saja penghasilanmu bisa menambahkan satu saja angka nol dibelakang 10 juta. Begitu seterusnya.
Pada awalnya, bisikan itu memang mengisyaratkan kebaikan. Tapi ketidakjelian hati bisa membuat kita terjebak. Sebenarnya saat itu kita tengah digiring untuk mengejar harta. Dengan motivasi dan tujuan awal yang baik, seakan-akan menjadi jaminan bahwa kita tidak akan mabuk dengan harta. Padahal, Imam Yahya bin Muadz ar Rozi menasehatkan:
“Dunia itu arak setan. Siapa yang dibuat mabuk olehnya, dia tidak akan sadar kecuali setelah berada diantara laskar orang-orang yang sudah mati, membawa sesal menyatu bersama golongan orang yang menyesal.”(Jami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab, ket. Hadits no. 40)
Dan harta adalah salah satu elemen utama dari “dunia” selain wanita dan tahta. Dengannya setan akan menjanjikan dan membuat manusia berjanji, memberi angan dan membuat manusia berangan. Sedang janji dan angan setan hanyalah tipuan. Dan sudah banyak yang mabuk, dan benar-benar tak bisa sadar kecuali setelah pindah rumah ke kuburan.
“Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (QS. An Nisa’:120)
Dengan semua ini selayaknya kita waspada. Secerdik inilah jebakan-jebakan setan akan menjerat kita. Seakan-akan kita tengah melakukan atau meraih sesuatu yang baik, tapi hakikatnya kita tengah diseret secara perlahan menuju kehancuran. Bukan berarti kita tidak boleh kaya, hanya saja kita harus waspada karena harta adalah alat utama bagi setan untuk menyesatkan manusia. Artinya saat kita bercita-cita menjadi kaya, atau bahkan sudah mendapatkannya, kita harus sadar bahwa gelas-gelas penuh arak itu tengah mengelilingi kita. Jangan sampai mabuk, karena orang yang mabuk akan mengira semua yang dilakukannya ketika mabuk sebagai sesuatu yang wajar. A’adzanallah waiyakum,Wallahua’lam bish shawab. (Abu Rozin/ar risalah)