Home » » Penanaman Nilai Akhlak dan Moral Pada Anak

Penanaman Nilai Akhlak dan Moral Pada Anak

Written By Unknown on Senin, 09 September 2013 | 07.12

 Betapa mirisnya wajah Indonesia yang hampir tiap hari disajikan televisi melalui siaran berita, seperti kasus pemerkosaan, tawuran, dan tindakan-tindakan kriminal yang seringkali menyebabkan jatuhnya korban, baik itu korban luka-luka hingga berujung kematian. Yang membuat lebih miris dari semua itu adalah usia para pelaku yang masih berstatus pelajar. Bahkan banyak di antara mereka masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Terbesit banyak pertanyaan dalam benak kita, “Ada apa dengan anak bangsa ini?” Marilah kita sebagai orang tua dan guru yang hakikatnya sama-sama berperan sebagai pendidik untuk merenungkan sejenak masalah ini hingga akhirnya tumbuh kepedulian tuk merubah wajah anak negeri.

Setiap anak yang tumbuh dan berkembang, sebelum ia mengalami proses pendidikan di sekolah, sejatinya berasal dari rumah tempat ia menjalani hari-harinya bersama keluarga. Karena itu orangtualah yang memegang peran yang sangat penting dalam hal pendidikan anak, walaupun ada beberapa kondisi yang menyebabkan anak tidak bisa mendapatkan pendidikan dari orang tuanya, seperti anak yatim piatu semenjak lahir, anak yang dibuang oleh orang tuanya dll. Tetapi dalam kondisi normal, orang tua merupakan pendidik anak yang pertama dan utama. Bahkan dalam Al-Qur’an serta Sunnah banyak sekali ditegaskan tentang pentingnya mendidik anak bagi para orang tua. Anak yang terdidik dengan baik oleh orang tuanya akan tumbuh menjadi anak yang pandai menjaga dirinya dari pengaruh buruk lingkungan, karena ia telah dibekali oleh ilmu tentang hidup dan kehidupan yang di dalamnya terdapat ilmu yang paling bermanfaat yaitu ilmu agama.

Banyak sekali sekolah-sekolah yang memfasilitasi kita untuk menjadi seperti apa yang kita cita-citakan walaupun tidak selalu terwujudkan, ingin menjadi dokter ada sekolahnya, ingin menjadi guru juga ada sekolahnya begitupun dengan Profesi lain. Tetapi adakah sekolah untuk menjadi orang tua? Padahal setinggi apapun karier kita dalam profesi tertentu, sejatinya kita akan tetap menjalani fitrah yang sama yaitu menjadi orang tua, walaupun tidak semua orang ditakdirkan Allah SWT untuk dapat memiliki anak, maka bersyukurlah bagi kita yang diamanahi Allah SWT anak-anak yang menjadi penyejuk mata dan harapan di masa yang akan datang.

Setiap orang tua harus senantiasa belajar tentang ilmu mendidik anak karena tidak ada Sekolah khusus untuk menjadi orang tua. Tetapi banyak sekali yang dapat memfasilitasi hal itu jika kita bersungguh-sungguh ingin belajar menjadi orang tua yang baik, terutama di zaman ini dimana perkembangan ilmu dan teknologi begitu cepat dan mampu menembus ruang dan waktu. Orang tua yang memiliki bekal ilmu dalam mendidik anak akan sadar tentang pentingnya pendidikan anak sejak usia dini bahkan sejak anak masih berada di dalam rahim ibu, bahkan menurut penelitian, kondisi ibu saat hamil sangat mempengaruhi akhlak anak, bila ibu mampu menjaga diri dari makanan-makanan yang tidak halal dan juga perilaku-perilaku yang tidak terpuji Insya Allah anak yang lahir akan menjadi anak yang sholeh. Karena tidak ada bayi yang terlahir kecuali suci, namun ia mencontoh dari orang tua, tontonan televisi/media, guru dan lingkungan pergaulannya.
 
Peran Ayah

Selain faktor kondisi ibu, ada hal lain yang tak kalah pentingnya dalam pendidikan anak sejak dini yaitu peran ayah yang merupakan patner ibu dalam membentuk generasi yang tangguh dalam menghadapi tantangan zaman. Sejak anak masih berada dalam kandungan, peran suami dalam memberi dukungan serta kasih sayang pada istrinya dapat mempengaruhi kondisi kehamilan, bayi yang berada dalam kandungan ibu pun harus diajak berinteraksi oleh ayah dan ibunya sebagai tahap awal dalam mendidik anak. Selain itu memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an juga terbukti dapat meningkatkan kecerdasan anak terutama kecerdasan emosi dan spiritual.

Dalam program Make Indonesia Strong from Home, seorang pemerhati anak yang biasa di panggil Ayah Edy, mengajak kita untuk membentuk masyarakat yang beradab dengan dimulai dari rumah kita masing-masing, dengan cara mendidik diri kita untuk menjadi orang tua yang dapat mendidik anak-anak kita secara benar, menjalankan kewajiban-kewajiban kita sebagai orang tua dan memberikan apa yang menjadi hak anak-anak kita. Ternyata banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah anak diantaranya kondisi rumah yang tidak harmonis dimana orang tua mereka tidak dapat menjadi tempat yang nyaman bagi mereka untuk mereka berbagi rasa. Bahkan tidak jarang dari mereka yang mendapat kekerasan dari orangtuanya baik itu secara fisik maupun secara psikis dan lebih memprihatinkan lagi diantara mereka pun mendapatkan kekerasan seksual dari orangtuanya.

Hal-hal itulah yang membuat karakter mereka menjadi cenderung senang berbuat kekerasan, karena merekapun dibesarkan dengan kekerasan, jadi ada semacam pelampiasan di mana mungkin mereka tidak dapat melampiaskannya kepada orang tua yang telah memperlakukan mereka dengan kekerasan maka mereka melampiaskannya kepada orang lain. Padahal Rasulullah adalah manusia yang bersikap lemah lembut terutama pada anak-anak.

Kekerasan yang di terima anak dari orang tuanya di rumah dapat menjatuhkan harga diri anak sehingga membuat mereka mencari penghargaan dari lingkungan di luar rumah terutama dari teman-teman. Mereka menjadi pribadi yang rapuh dan labil, mudah terpengaruh dan melakukan apapun agar mendapatkan pengakuan akan eksistensi mereka. Merokok agar dibilang hebat, bergabung dengan sebuah komunitas agar dibilang gaul, berpenampilan aneh agar di bilang trendy, hingga terjerumus dalam narkoba yang dianggap dapat membuat segala masalah mereka menjadi hilang, dan pergaulan bebas untuk mencari kasih sayang yang tidak mereka dapatkan di rumah kemudian akhirnya berzina untuk mendapatkan kenikmatan sesaat. Naudzubillah.

Lingkungan yang buruk membentuk anak menjadi seorang yang berkarakter buruk, menyelesaikan masalah dengan kekerasan, dan dengan kekerasan mereka menganggap masalah akan selesai padahal kekerasan yang dilakukan akan menimbulkan kekerasan yang lain. Sebagai contoh adalah kasus tawuran yang sekarang ini marak terjadi, kebanyakan pemicunya adalah kekerasan yang dilakukan baik itu berupa bullying yang diterima oleh seseorang baik itu berupa ejekan, hinaan, maupun kekerasan fisik yang berujung timbulnya rasa solidaritas dari komunitas orang itu untuk melakukan pembalasan terhadap apa yang dilakukan pada teman mereka kemudian terjadilah penyerangan yang selalu berkelanjutan. Andai mereka tahu bahwa kekerasan tidak pernah dapat menyelasaikan masalah bahkan hanya membuat masalah yang baru.

Peran Guru

Begitupun dengan pentingnya peran guru dimana anak-anak itu bersekolah, begitu kagetnya kita saat melihat di televisi ada oknum guru yang melakukan kekerasan pada anak didiknya ditambah sistem pendidikan yang terlalu fokus pada nilai ujian ketimbang penanaman nilai akhlak. Guru yang seharusnya menjadi orang yang di gugu dan ditiru terkadang belum memahami betapa mulia tugas yang di embannya yaitu sebagai pendidik generasi.

Selama ini banyak dari para guru hanya menjalankan tugasnya sebagai pengajar bukan sebagai pendidik. Bagi mereka yang terpenting target kurikulum sudah mereka sampaikan pada anak didik tanpa memberi ruh pada setiap apa yang mereka sampaikan. Karena itu negeri ini merindukan hadirnya guru-guru seperti bu Muslimah dalam Film Laskar Pelangi, Ustadz Salman dalam Negeri Lima Menara dan guru-guru lain yang ternyata ada dalam kehidupan nyata dan mampu menginspirasi anak-anak didik mereka tuk menjadi sukses.

Tampaknya pemerintah pun perlu belajar dari negeri-negeri lain seperti Jepang yang begitu menghargai profesi guru sehingga diharapkan dengan penghargaan yang layak, guru-guru negeri ini dapat termotivasi tuk lebih maksimal lagi dalam meningkatkan kualitas diri mereka sebagai pendidik dan tak lagi sibuk berdemo untuk meminta kenaikan gaji karena kesejahteraan hidup mereka yang kurang, sementara itu anak-anak murid mereka menjadi terbengkalai hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan.
 
UAN Bikin Stres

Wajah anak-anak negeri inipun dipenuhi dengan beban-beban psikis tak hanya mereka dapatkan dari rumah tetapi dari sekolah yang menerapkan sistem Ujian Akhir Nasional (UAN) yang membuat mereka stres, jika dibandingkan dengan negara Finlandia yang merupakan negara dengan sistem pendidikan terbaik No 1 sedunia. Maka Indonesia harus belajar bagaimana negara Finlandia menerapkan ujian nasional berupa ujian moral bukan ilmu pengetahuan umum seperti di negara kita. Untuk Ilmu Pengetahuan Umum, pemerintah mereka menyerahkannya kepada sekolah masing-masing karena dianggap sekolahlah yang paling mengetahui sejauh mana materi yang telah disampaikan oleh para guru dan sejauh mana kemampuan anak didik mereka.

Tetapi sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Finlandia sangat berpengaruh pada karakter warga negaranya, di Finlandia jika mereka tidak sengaja menyenggol orang ketika sedang berjalan maka mereka akan langsung meminta maaf bandingkan dengan di negara kita banyak kasus perkelahian yang terjadi hanya karena tidak sengaja menyenggol seseorang. Untuk urusan tindak kriminal pun di Finlandia memiliki presentase yang terendah, bahkan katanya walaupun kita memparkir kendaraan kita tanpa menguncinya, kita tetap merasa aman. Subhanallah, bukankah wajah negeri seperti itu yang seharusnya menjadi wajah Indonesia dimana mayoritas warganya beragama Islam?

Mari perhatikan anak-anak yang harus mengikuti sistem pendidikan negara ini, menjelang UAN mereka tampak stress, berbagai ritual mereka ikuti mulai dari teriak massal yang diyakini dapat membuang stress dan menciptakan rasa lega, bahkan diantara mereka mengikuti ritual yang bernuansa klenik. Tidak selesai di situ, pada saat UAN tiba beberapa sekolah tertangkap tangan sedang memberikan contekan demi meluluskan anak didiknya. Bagaimanakah anak-anak negeri ini dapat menjadi wajah penuh kebaikan jika hidup dalam lingkungan yang keras dan penuh ketidak jujuran, orang tua dan guru yang mestinya menjadi teladan kebaikan tetapi malah mengajarkan hal yang sebaliknya.

Masih lekat dalam ingatan kita tawuran yang terjadi antara pelajar SMK Kartika Zeni dan SMA Yayasan Karya 66 . Akibat tawuran itu satu orang pelajar tewas. Beberapa tersangka tawuran berhasil diamankan oleh pihak berwajib, saat Menteri Pendidikan M.Nuh bertanya kepada salah seorang pelaku pembunuhan tentang bagaimana perasaannya, dengan santainya ia menjawab “ saya puas telah membunuhnya.” Satu hal lagi yang perlu kita ketahui, bahwa pelaku tawuran yang membunuh rekannya sesama pelajar di Bulungan merupakan siswa yang semasa SMP selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya. Ternyata kepintaran siswa/I kita tidak lantas menjadikan mereka pribadi yang berakhlakul karimah.

Semua masalah yang terjadi pada anak-anak negeri ini bagaikan mata rantai yang saling berkaitan satu sama lain. Karenanya sebagai orang tua, guru dan juga pemerintah harus saling mendukung dalam hal pendidikan anak. Peran orang tua adalah menjadi pendidik anak yang utama, dan harus diingat bahwa mendidik anak bukan hanya tugas seorang ibu, tetapi kehadiran seorang ayah dalam hal mendidik anak juga tidak kalah pentingnya. Bukankah di dalam Al-Qur’an begitu banyak ayat-ayat yang mengabadikan kisah para ayah yang mendidik anaknya untuk senantiasa beribadah kepada Allah SWT diantaranya kisah Lukman dengan anaknya serta Nabi Ibrahim as dengan Nabi Ismail as anaknya.

Sementara yang terjadi pada saat ini banyak anak-anak kita kehilangan figur seorang ayah, bagi mereka ayah adalah sosok yang harus ditakuti, karena ayah menempatkan diri hanya sebagai pemberi nafkah dan orang yang memiliki kekuasaan atas istri dan anak-anaknya bukan sebagai teladan yang dapat dijadikan sahabat untuk berbagi sehingga tercipta suasana penuh keakraban yang membuat anak merasa aman dan nyaman. Ibu dan ayah hendaknya selalu meluangkan waktu membuka komunikasi dengan anak, mendengarkan pendapat serta perasaan anak, berdiskusi dengan anak tentang perilaku baik dan buruk serta konsekuensinya, dan semua itu harus dikemas dalam nilai-nilai agama yang berorientasi pada akhirat.

Sebagai orang tuapun hendaknya menjadikan rumah sebagai tempat dimana anak merasa nyaman sehingga kemanapun anak pergi, ia dapat merasakan kerinduan untuk kembali ke rumah karena di rumah ia mendapatkan apa yang ia butuhkan, dan rumah yang ternyaman adalah rumah yang senantiasa menghadirkan Allah SWT di dalamnya, rumah yang menjadi Baiti Jannati, surga sebelum surga yang sebenarnya. Jika orang tua selalu menghadirkan Allah SWT dalam diri anak, maka anak akan selalu merasakan pengawasan Allah SWT dalam setiap tindak tanduknya.

Oleh sebab itu sebagai orang tua marilah kita sama-sama memperbaiki pola asuh kita, anak adalah amanah Allah SWT yang akan kita pertanggung jawabkan di hadapanNya kelak. Begitupun peran guru yang menjadi pengganti orangtua di sekolah, guru pun memiliki peran penting dalam membentuk akhlak anak didiknya dan pemerintah harus memberikan perhatian yang besar dalam memperbaiki sistem pendidikan yang lebih ramah anak dan lebih menitik beratkan kepada Nilai Akhlak dan Moral.***Wallahu a’lam.

Sumber:Dakwatuna
Share this article :
 
Copyright © 2013. Wanita Muslim - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger