Home » » Mahasiswi Muslim Turki Akhirnya Raih Kebebasan Berjilbab

Mahasiswi Muslim Turki Akhirnya Raih Kebebasan Berjilbab

Written By Unknown on Sabtu, 15 Januari 2011 | 17.27

ISTANBUL – Setelah bertahun-tahun menyangkal hak untuk mengenakan jilbab di kampus, para siswa Muslim akhirnya menikmati mengenakan jilbab di universitas-univeristas Turki, meskipun terdapat penentangan sekuler yang terus bertumbuh.

"Saya merasa senang bahwa saya tidak harus berhenti di sebuah Masjid di tengah perjalanan saya dan berganti mengenakan wig saya," Yasemin Derbaz mengatakan kepada kantor berita BBC Online pada Jum'at (31/12) waktu setempat.

Selama bertahun-tahun, Derbaz biasanya menyembunyikan jilbabnya sebelum melangkah masuk ke kampus.

Setiap kali ia masuk ke universitas, ia harus berhenti terlebih dahulu di sebuah Masjid terdekat untuk mengganti jilbabnya dengan sebuah wig dengan tujuan untuk diperbolehkan masuk ke dalam kampus.
Namun sekarang, hal ini telah berubah setelah pemerintah mengeluarkan sebuah peringatan keras kepada universitas-univeritas yang melarang jilbab di kampus.

Pada September lalu, Dewan Pendidikan Tinggi memerintahkan Universitas Istambul, salah satu yang terbesar di negara tersebut, untuk mengkahiri pelarangan jilbabnya. Peraturan tersebut mencakup hampir semua universitas Turki.

Sejak saat itu, Derbaz telah sepenuhnya dapat menghadiri kelas-kelas arsitektunya di Univeristas Teknik Yildiz dengan mengenakan jilbabnya.

Jilbab adalah sebuah aturan wajib berpakaian dalam Islam, telah selalu menjadi sebuah masalah yang cenderung menimbulkan perselisihan dalam Turki modern, di tengah-tengah oposisi dari elit sekuler, termasuk jenderal angkatan darat, hakim, dan rektor-rektor universitas.

Jilbab dilarang di bangunan-bangunan publik, universitas, sekolah-sekolah, dan bangunan pemerintah di negara mayoritas Muslim Turki segera setelah sebuah perlawanan militer pada tahun 1980.

Pada tahun 2007, Emine Erdogan, istri dari Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan, dilarang memasuki sebuah rumah sakit militer atau menolak untuk melepaskan jilbabnya.

Pelarangan tersebut dipermudah pada tahun 2008 setelah sebuah perjanjian kompromi antara partai Keadilan dan Perkambangan (AKP) yang berkuasa dan Partai oposisi Tindakan Nasionalis (MHP) yang di bawah perjanjian tersebut para wanita dan gadis di universitas diijinkan untuk menutupi kepala mereka dengan mengikat kerudung dengan cara tradisional di bawah dagu.

Namun perjanjian tersebut kemudian dilemparkan oleh Pengadilan Konstitusional.

Bagaimanapun juga, jilbab Musim masih tersandung banyak penghalang di tempat-tempat publik lainnya.

Ketika ia mengenakan jilbab, Fatma Benli, seorang pengacara berpengalaman yang mengkhususkan dalam membela para wanita, tidak dapat tampil di pengadilan dengan kerudung.

Oleh karenanya, ia harus menujuk wakil untuk membela kliennya.

"Selama 12 tahun saya telah bekerja sebagai seorang pegacara dan saya memiliki kemampuan khusus, dalam hukum internasional, sehingga saya harusnya dibayar dengan baik," Benli mengatakan kepada kantor berita BBC.

"Namun saya masih barus bergantung pada bantuan finansial dari orang tua saya untuk menjalankan kantor saya."

Sekuleris berpendapat bahwa pelarangan kerudung tersebut bertujuan untuk membela akar sekuler negara tersebut.

"Alasan mengapa kami tidak mengijinkan sebuah kerudung, kata seorang hakim, kerudung adalah sebuah simbol agama," kata Hursit Gunes, seorang deputi sekretaris jenderal partai tersebut.

"Negara tersebut seharusnya adil pada ras, agama, dan segala hal."

Nezhun Goren, seorang profesor biologi di Universitas Teknik Yildiz, berbagi sebuah pandangan yang serupa.

"Univeristas seharusnya menjadi tempat di mana ilmu pengetahuan dan pemikiran keilmiahan dapat dibahas dengan bebas," ia mengatakan.

"Keyakinan beragama tidak dapat dibahas, Anda baik itu menerimanya atau menolaknya."

Argumen ini tidak dapat diterima oleh Derbaz, siswa Muslim.

"Saya memaksa diri saya sendiri, namun saya tidak bisa bahwa saya sepenuhnya memahami ini."

Para pakar memperingatkan bahwa posisi anti-jilbab di antara para sekuleris sering berakibat pada diskriminasi terhadap para wanita yang berpakaian jilbab.

"Suatu ketika mereka mendapatkan kepegawaian, mereka didiskriminasikan sehubungan dengan promosi, gaji, dan sehubungan dengan pemecatan yang perusahaan harus putuskan untuk mengurangi tenaga kerja," kata Dilek Cindoglu, seorang sosiolog di Univeristas Bilkent. (ppt/oi) www.suaramedia.com
Share this article :
 
Copyright © 2013. Wanita Muslim - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger