Home » » Muslimah Buta Pertama Raih Gelar Doktorat Kimia

Muslimah Buta Pertama Raih Gelar Doktorat Kimia

Written By Unknown on Minggu, 16 Januari 2011 | 07.21

GAINESVILLE  – Mona Minkara memiliki sebuah "tim" yang membantu pekerjaannya pada pendidikan doktoratnya dalam bidang Kimia.

Ketika Mona Minkara masih seorang gadis cilik, seorang dokter mengatakan bahwa ia kehilangan penglihatannya dan mengatakan kepada ibunya bahwa percuma menghabiskan satu senpun untuk pendidikannya.

Dokter tersebut benar tentang penglihatannya, namun salah mengenai lintasan kehidupan Minkara.

Minkara, sekarang berusia 23 tahun dan secara legal buta, baru saja menyelesaikan semester pertamanya sebagai seorang mahasiswa Universitas Florida. Ia sedang menempuh sebuah pendidikan doktorat dalam bidang Kimia, sebuah subjek yang memasukkan persamaan dan bahan-bahan visual yang mengajukan sebuah tantangan khusus.

"Saya benar-benar menyukai bahan-bahan tersebut," ia mengatakan. "Tidak mungkin saya akan mampu melakukan hal ini jika saya tidak menyukainya."

Persamaan-persamaan tersebut membutuhkan sebuah tingkatan pemahaman yang tinggi untuk menerjemahkan melalui kata-kata, usaha-usaha yang rumit untuk menemukan orang-orang yang mau membantunya. Namun lebih dari 20 fakultas Universitas Florida, staf dan siswa – yang telah menujuluki diri mereka sendiri sebagai "Tim Mona" – telah bergbung dalam upaya tersebut untuk membantu mencapai gelarnya.

Kelompok tersebut termasuk seorang Ph. D Kimia yang bertugas sebagai mata Minkara di dalam kelas, para siswa yang membuat rekaman digital untuk teksnya dan yang lainnya yang membantunya dalam sebuah cara yang bervariasi.

"Itulah keajaiban dari cerita ini: sejumlah orang yang menawarkan bantuan dan terlibat," kata Russ Bowers, seorang profesor Kimia yang mengajar Minkara.

Pada usia tujuh tahun, Minkara didiagnosa dengan degenerasi macula (penurunan penglihatan pada pada pusatnya seiring bertambahnya usia) dan distrofi kerucut batang (kerusakan pada kerucut batang retina). Setiap enam tahun, ia kehilangan separuh dari penglihatannya. Sekarang, 98 persen resepsi cahayanya menghilang. Ia sepenuhnya kehilangan penglihatannya dan hanya penglihatan periferal di mata kirinya.

"Saya mengira bahwa saya hidup di dalam sebuah dunia yang jauh lebih redup," ia mengatakan.

Putri dari imigran Libanon, Minkara dibesarkan di daerah Boston seorang Muslim taat, ia memutuskan pada kelas enam untuk memulai mengenakan jilbab. Ia mengatakan kepada beberapa orang yang buta dan marah mengenai kebutaannya, namun ia menghormati keyakinannya dengan membantu dirinya sendiri mengatasi perasaan seperti itu.

"Keyakinan saya memberikan saya kekuatan untuk bahkan mampu sampai di sini," ia mengatakan.

Minkara memiliki sebuah ketertarikan dalam ilmu pengetahuan ketika ia masih seorang anak gadis, diisi penuh dengan buku-buku audio Stephen Hawkings. Namun ketika ia bersekolah di Perguruan Tinggi Wellesley, sebuah perguruan tinggi wanita di luar Boston, ia berganti jurusan beberapa kali sebelum memilih kimia dan studi Timur Tengah.

Minkara mengatakan bahwa ilmu pengetahuan mengajukan sebuah tantangan tertentu untuk kebutaannya, sehubuangan dengan kurangnya teknologi yang membiarkannya memproses bahan kimia.

"Hanya saja tidak ada teknologi. … Hal ini membuat saya bersedih melihat orang-orang diperingatkan ketika akan masuk ke dalam bidang ilmiah karena mereka buta," ia mengatakan.

Minkara dipercaya secara legal menjadi lulusan pertama Wellesley dalam bidang ilmiah yang menderita kebutaan. Ia menyampaikan pidato kelulusan Juni lalu, berbagi sebuah cerita tentang sebuah pengalaman di bandara Denver. Setelah ia meminta seorang wanita untuk mengarahkannya ke sebuah air mancur minum, wanita tersebut membelikannya sebotol air.

Ia memebrikan presiden Wellesley sebotol air pada pidato kelulusan tersebut, dengan menggunakan cerita tersebut untuk mengilustrasikan kebutuhan untuk mempedulikan satu sama lain.

"Cerita tersebut benar-benar melekat di kepala saya. Anda tidak melihat begitu banyak cerita semacam itu di masa-masa sekarang," ia mengatakan.

Pengalamannya di Universitas Florida lagi-lagi mengilustrasikan pelajaran tersebut. Ia meninggalkan keluarganya, termasuk seorang saudari yang bersekolah di Wellesley dan juga buta, untuk pindah ke daerah yang tidak pernah akrab dengannya di Gainesville. Ia mengatakan bahwa masa transisinya sulit sampai Mike Weaver, yang baru saja menyelesaikan sebuah keanggotaan pasca doktorat Institut Kesehatan Nasional, masuk ke dalam gambaran ceritanya.

Weaver disebut sebagai pembaca Minkara, namun pekerjaan tersebut menyangkut lebih dari sekedar membaca untuk Minkara. Ia melanjutkan dengan mencatat, mengkoordinir ujian-ujian dan menjabat sebagai seorang pembimbing. Ia mengatakan bahwa posisi tersebut memberinya kesempatan untuk tetap terlibat dalam bidang kimia sementara menunggu waktu untuk menemukan sebuah pekerjaan tetap.

Ia pada dasarnya bertindak sebagai matanya di dalam kelas, mendeskripsikan grafik dan elemen visual lainnya dari pelajarannya.

"Saya membantunya mendapatkan sebanyak mungkin yang ia dapatkan di dalam kelas," ia mengatakan.

Minkara juga menggunakan sebuah mesin di dalam kelas-kelasnya yang bertugas sebagai sebuah pembesar eletronik, memberikannya beberapa informasi visual tentang pelajaran tersebut. Namun inti dari pekerjaan Minkara dibantu oleh orang-orang – bukan teknologi – yang membuat rekaman digital dari teksnya yang ia dapat akses secara online.

"Saya sangat bersyukur namun terkadang saya merasa sedikit malu bahwa orang-orang tersebut harus terlibat untuk membantu saya," ia mengatakan.

Semester ini hanyalah menandai awal dari sebuah perjalanan panjang. Pendidikan tersebut bisa membutuhkan lima tahun atau lebih untuk mendapatkan sebuah gelar doktorat. Kenneth Merz Jr., seorang profesor kimia dan penyelia penelitian Minkara, mengatakan bahwa ia melebihi sebuah awal yang bagus.

"Saya pikir ia luar biasa berkemampuan menyelesaikannya," ia mengatakan. "Dalam masalah etis pekerjaan, ia melebihi pemetakan yang ada."

Sementara studinya membuatnya terus-terusan sibuk, Minkara juga belajar seni bela diri Cuong Nhu. Ia terfokus untuk meraih gelar doktoratnya, berharap suatu hari memiliki sebuah laboratorium dan melakukan penelitian.

Ia juga akan terlibat dalam membantu siswa lain yang buta.

"Saya tidak akan pernah bisa sampai sini tanpa begitu banyak individu yang membantu saya sepanjang perjalanan saya. Saya ingin membalasnya," ia mengatakan. (ppt/gv) www.suaramedia.com
Share this article :
 
Copyright © 2013. Wanita Muslim - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger