Home » » Wanita Dahulu dan Sekarang Bag:1

Wanita Dahulu dan Sekarang Bag:1

Written By Unknown on Kamis, 17 November 2011 | 08.57

Allah SWT menciptakan makhuknya berpasang-pasangan. Di antara makhluknya yang paling indah dan sempurna adalah manusia. Allah SWT juga telah menurunkan petunjuknya yang paling sempurna. Sehingga, bila manusia menerima dan mengamalkan petunjuk itu, betapa indahnya manusia itu. Sebaliknya, bila ia menolaknya, betapa rendah dan jeleknya manusia itu, bahkan Al-Qur’an menyebutnya lebih hina dari binatang.

Allah SWT menjadikan keindahan ada dalam wanita meskipun pada hakikatnya antara pria dan wanita sama di hadapan Allah SWT. Hanya saja, Allah menjadikan keindahan itu ada pada wanita karena kelembutan, kasih sayang, dan emosinya yang lebih daripada kaum pria. Betapa indahnya sang wanita jika dihiasi dengan syariat Allah. Ia menjadi anak yang taat kepada Allah dan kedua orang tuanya. Jika ia menikah, ia menjadi penyayang bagi suaminya. Jika ia menjadi ibu, ia menyayangi dan mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. Dari wanita shalehah seperti inilah lahir pejuang-pejuang yang tangguh dan pemimpin yang bijaksana. Perhatikan keadaan wanita pada masa Rasulullah saw. dengan generasi salafus saleh sesudahnya. Mereka, kaum wanita itu, ada di balik segala keberhasilan dan kecemerlangan peradaban Islam. Apakah wanita dewasa ini bisa mengikuti jejak para pendahulunya? Marilah kita lihat kenyataannya.

Wanita dalam Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur’an terdapat 114 surah. Di dalamnya tidak ada satu pun surah tentang pria (ar-rijal), tapi menariknya ada surah tentang wanita (An-Nisaa’), bahkan lebih spesifik ada surah Maryam, meskipun dia bukan nabi. Umar ra. memerintahkan kepada wanita untuk mempelajari surah An-Nuur (cahaya) karena di dalamnya mengandung pelajaran bagi kaum wanita agar lebih bercahaya. Keberadaan kaum wanita sama dengan kaum pria di hadapan Allah.

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Maka, Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain …’.” (Ali Imran, 3: 195).
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik …” (An-Nahl: 97).

Keberadaan wanita sebagaimana pria dalam kehidupan ini mengalami ujian yang bermacam-macam. Namun, mereka harus tetap tegar dan shalehah seperti yang dicontohkan Al-Qur’an dengan Asiyah, istri Fira’un yang sabar dalam menghadapi ujian dari suaminya, atau seperti Maryam yang tabah menghadapi ujian hidup tanpa suami. (Lihat At-Tahrim 11-12). Sebaliknya, jangan seperti istri Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. yang berkhianat terhadap suaminya dan tidak taat kepada Allah. (At-Tahriim: 10).

Wanita pada Masa Rasulullah

Rata-rata kaum wanita pada masa Rasulullah saw. tidak ketinggalan ikut berlomba meraih kebaikan, meskipun mereka juga sibuk sebagai ibu rumah tangga. Mereka ikut belajar dan bertanya kepada Rasulullah saw.

Wanita yang paling setia kepada Rasulullah adalah Khadijah yang telah berkorban dengan jiwa dan hartanya. Kemudian Aisyah, yang banyak belajar dari Rasulullah kemudian mengajarkannya kepada kaum wanita dan pria. Bahkan, ada pendapat ulama yang mengatakan, seandainya ilmu seluruh wanita dikumpulkan dibanding ilmu Aisyah, maka ilmu Aisyah akan lebih banyak. Begitulah Rasulullah saw. memuji Aisyah.

Ada seorang wanita bernama Asma binti Sakan. Dia suka hadir dalam pengajian Rasulullah saw. Pada suatu hari dia bertanya kepada Rasulullah,”Ya Rasulullah saw., engkau diutus Allah kepada kaum pria dan wanita, tapi mengapa banyak ajaran syariat lebih banyak untuk kaum pria? Kami pun ingin seperti mereka. Kaum pria diwajibkan shalat Jum’at, sedangkan kami tidak; mereka mengantar jenazah, sementara kami tidak; mereka diwajibkan berjihad, sedangkan kami tidak. Bahkan, kami mengurusi rumah, harta, dan anak mereka. Kami ingin seperti mereka.

Maka, Rasulullah saw. menoleh kepada sahabatnya sambil berkata, “Tidak pernah aku mendapat pertanyaan sebaik pertanyaan wanita ini. Wahai Asma, sampaikan kepada seluruh wanita di belakangmu, jika kalian berbakti kepada suami kalian dan bertanggung jawab dalam keluarga kalian, maka kalian akan mendapatkan pahala yang diperoleh kaum pria tadi.” (HR Ibnu Abdil Bar).

Dalam riwayat Imam Ahmad, Asma meriwayatkan bahwa suatu kali dia berada dekat Rasulullah saw. Di sekitar Rasulullah berkumpullah kaum pria dan juga kaum wanita. Maka beliau bersabda, “Bisa jadi ada orang laki-laki bertanya tentang hubungan seseorang dengan istrinya atau seorang wanita menceritakan hubungannya dengan sumianya.” Maka tak seorang pun yang berani bicara, maka saya angkat suara. “Benar ya Rasulullah, ada pria atau wanita yang suka menceritakan hal pribadi itu.” Rasulullah menimpali, “Jangan kalian lakukan itu, karena itu jebakan syaitan seakan syaitan pria bertemu dengan syaitan wanita, kemudian berselingkuh dan manusia pada melihatnya.”

Ada juga wanita yang tabah dalam kehidupan rumah tangga yang serba pas-pasan tapi tidak pernah mengeluh seperti Asma’ binti Abi Bakar dan Fatimah. Kutub Tarajim membenarkan cerita tentang Fatimah. “Suatu saat dia tidak makan berhari-hari karena nggak ada makanan, sehingga suaminya, Ali bin Abi Thalib, melihat mukanya pucat dan bertanya,”Mengapa engkau ini, wahai Fatimah, kok kelihatan pucat?”

Dia menjawab,”Saya sudah tiga hari belum makan, karena tidak ada makanan di rumah.”
Ali menimpali,”Mengapa engkau tidak bilang kepadaku?”
Dia menjawab,”Ayahku, Rasulullah saw., menasehatiku di malam pengantin, jika Ali membawa makanan, maka makanlah. Bila tidak, maka kamu jangan meminta.”
Luar biasa bukan?

Bersambung
Share this article :
 
Copyright © 2013. Wanita Muslim - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger