“Sssayaa, den…” jawab mbak Ella, pembantu rumah yang baru berusia 17 tahun, dengan takut-takut.
“Enak mbak, besok bikin lagi kayak gini yaa..” Andi menjawab sambil
meneruskan kunyahan kedua, ketiga dan tak terasa sudah dua piring habis,
rawon daging yang lembut dengan telur asin yang sedap, cocok sekali
untuk menu siang hari yang terik.
“Nyesss… Alhamdulillah,” bisik si mbak, pembantu baru rumah Andi yang
baru 5 bulan kerja dirumah itu. Rumah bertingkat dua yang penuh perabot
dan banyak ruangan yang tentu saja sebetulnya sangat melelahkan bagi
siapapun yang bertugas membersihkannya,
Rumah yang sepi tanpa ibu, karena ibu pulang kerja sore hari dan
kehadiran si mbak membuat rumah menjadi lebih teratur, rapih dan bersih.
Semua barang tidak ada lagi yang berserakan. Koran-koran tertumpuk
rapih, amplop-amplop permintaan sumbangan, kuitansi belanjaan, rekening
listrik, undangan pak RT, sampai surat pemberitahuan dari RT/RW mengenai
siapa-siapa saja yang bertugas membuatkan jatah makan malam buat satpam
yang jaga malam di kompleks rumah itu, tersusun rapih. Hal ini tentunya
sangat memudahkan bagi siapa saja penghuni rumah besar itu.
Di sore hari yang sepi, hanya tukang roti yang sesekali menawarkan
dagangannya lalu nyanyian es krim walls dengan sepedanya mengelilingi
kompleks rumah, mengiring teriakan yang mengagetkan Alia, anak bungsu
dirumah itu. Bungsu gelarnya, namun tinggi badan sudah hampir 170 cm dan
dari peringkat usia pun lebih tua sebetulnya dari mbak Ella. Kalau Ella
berusia 17 tahun sementara Alia sudah 18 tahun. Alia sudah lulus SMU,
dengan nilai UN tinggi sekali 54, 75, kira kira rata-ratanya 9 lebih.
Hal ini menunjukkan bahwa Alia adalah anak yang pandai.
Amat disayangkan perlakuan Alia kepada mbak Ella yang membantu dirumahnya tidak menunjukkan kepandaiannya.
“Mbakkkkkkkkkk Ellllllaaaaaaa, siiiiinnnnniiii..!!!!!” jeritan Alia
melengking dan membuat mbak Ella terlonjak, kecut hatinya dan kaki-kaki
kecilnya naik ke lantai dua, kamar non Alia yang besar dan indah.
“Yaa non,” jawab mbak Ella penuh pengabdian.
“Mana baju saya yang pink, juga kaset CD yang saya taruh disini,
dimana mbak,,? kenapa sih barang-barang di rumah ini selalu hilang, gak
ada yang beres, semuanya berantakan, kayak ada siluman di rumah ini,
cepat cariin mbak, saya mau pakai.!” Alia mencak-mencak dan membanting
tubuhnya sendiri ke atas kasur empuk sambil mendengarkan musik di
iphone. Sungguh, mbak Ella jadi bingung, “Kaos pink yang mana..? begitu
banyak kaos dirumah ini..? juga CD? CD yang mana..? setiap kamar ada
kaset-kaset CD dan jumlahnya bukan satu atau dua, namun puluhan… akh…”
sejenak mbak Ella bingung.
“Jangan diam saja dong mbakkk, cariiii. Cepetaaannn..” ajuk Alia lagi
dengan wajah bersungut-sungut seakan-akan semua barang di rumah besar
ini adalah tanggung jawab sang pembantu rumah. Belum selesai mencari CD
dan kaos berwarna pink, terdengar teriakan dari bawah. Ternyata ayah
minta dicarikan bola tenis dan sepatu tenisnya. Ayah minta dicarikan
sekarang juga, karena jadwal tenis ayah sebentar lagi dan ayah
mengatakan ”cepat cari La, saya harus pergi sekarang..”
“Ohhh.. pak dan non, tangan saya hanya dua..” Ella kecil pun berlari
kesana-kemari, mencari semua barang yang diminta namun terlebih dahulu
Ella masuk dapur untuk mematikan kompor yang berisi kuah sup, tanpa lupa
pula menutup ayam yang baru dipotong-potong dimana si kucing melotot
dengan penuh semangat dari balik pintu kaca pembatas taman belakang
dengan dapur. Kasihan mbak Ella, tangannya hanya dua, namun pekerjaannya
seratus dua. Dan semua menuntut harus cepat, segera, seketika, saat ini
juga.!
“Mi,” suamiku berucap lirih, “kasihan sekali ni, ada seorang TKW kita
di Arab Saudi terkena hukum pancung karena membunuh anggota keluarga
sang majikan, dan keluarga majikan menolak memberi maaf sehingga sang
pembantu akhirnya dihukum pancung oleh pemerintah Saudi.” Koran yang ku
raih dari tangan suamiku, membuat hatiku gemetar dan ingin berteriak
sekuatnya, “Yaa Allah, mengapa harus dipancung..? mengapa dia membunuh
majikannya, kasihan dia.” Aku pernah merasakan berkali-kali rumah tanpa
pembantu, betapa beratnya, kerjaan menumpuk, cucian begitu banyak, baru
dibersihkan satu ruangan sudah menunggu ruangan berikut, belum lagi,
selera makan anak yang berubah-ubah, lalu garasi yang kotor, kamar
mandi yang sudah mulai lengket dan sedikit lumutan, lalu beras habis
dikala tubuh sangat lelah untuk membeli beras ke warung, sementara suami
dan anak-anak mau pulang namun lauk belum siap, ketika lauk-pauk siap
pun, piring kotor menanti untuk segera dibersihkan, berebut gula dengan
semut karena toples gula lupa ditutup.
Ohh, betapa kehadiran pembantu rumah, asisten rumah, kawan yang
sangat menolong dan begitu diperlukan. Sampai hati para majikan membuat
prahara bagi pembantu rumah tangga yang mereka juga adalah manusia,
wanita, dengan gaji kecil bahkan lebih rendah dari supir yang kerjanya
terlihat lebih enak , duduk-duduk saja, jalan-jalan naik mobil mewah.
Pembantu rumah tangga adalah pekerjaan yang paling berat namun dengan
gaji yang paling kecil. Kalau perlu, coba dihitung lagi oleh menteri
tenaga kerja, berapa gaji yang harus diterima seorang pembantu rumah
tangga dengan melihat perasaannya, anak-anak yang ditinggalkannya, rasa
bosannya, juga lelahnya serta hitunglah perkamar, maka sebetulnya
pekerjaan pembantu rumah tangga adalah perkerjaan yang berat di dunia
ini karena tidak ada waktu libur, tidak ada waktu santai, bahkan sekedar
ber-sms pun seringkali dilirik oleh majikan dengan ungkapan sinis
”pacaran melulu..”
Belum lagi bila harus dikirim ke luar negeri, aku paham perasaan TKW
yang dipancung, mungkin dia sudah gak tahan lagi diperlakukan dengan
kejam oleh majikan dan anggota keluarga lain, diperlakukan seperti
budak, dimana jaman perbudakan sudah tidak ada lagi, tanpa ada yang
mampu menolong…
Bila ada hari, maka buatlah hari pembantu, hari khadimah, hari
asisten rumah tangga dengan sejuta award, dari perusahaan tukang sapu,
dari perusahaan sabun cuci, dari perusahaan buah-buahan, garam dan gula,
yang mana benda-benda inilah yang paling sering dipakai oleh para
pembantu. Senangkanlah mereka, berilah libur barang sehari dalam
seminggu, perlakukan mereka sebagaimana diri kita diberikan waktu
istrahat yang cukup. Biarkan mereka menunggu hari yang menyenangkan
sehingga jasa mereka begitu dihargai.
Aku pernah ungkapkan pada sahabatku, betapa tanpa mereka, dakwah ini
tidak berjalan. Tanpa mereka, bajuku lecek tak keruan, tanpa mereka aku
gak bisa seperti ini dan mereka menduduki tempat teratas ketika
pembagian THR tiba. Dengan jumlah yang sangat spadan, tak ada lungsuran
tas, tak ada tas bekas untuk mereka, sebagaimana mereka berikan tenaga
baru untuk kami, maka kami berikan tas baru untuk mereka, tidak ada tas
bekas untuk mereka, karena merekapun tak pernah memberikan bekas tenaga,
selalu tenaga baru di pagi hari.
Beri mereka hari yang selalu ditunggu kalau perlu setiap minggu.
“Happy mbak Ella’s day, happy mbok Inem’s day… happy thank you’s day..”
(Aku persembahkan tulisan ini dengan cinta dan terima kasih yang
dalam kepada berjuta-juta mbok Inem, mbak Nah, mbak Tuti dan lain lain,
yang telah menjaga anak-anak kita dan membantu pekerjaan rumah tangga
kita, sehingga kita bisa menjadi seperti ini..) (Eramuslim)