Home » » Nyala Api Semangat Pembalap F1 Wanita Muslim Pertama

Nyala Api Semangat Pembalap F1 Wanita Muslim Pertama

Written By Unknown on Sabtu, 15 Januari 2011 | 17.37

BRISBANE – Ketika impian-impian terus berjalan, Yassmin Abdel-Magied memiliki satu impian yang ganjil dan sangat istimewa – menjadi wanita Muslim pembalap formula satu pertama.

"Semua orang berpikir bahwa impian saya adalah sebuah fase," ia mengatakan dengan sebuah candaan. Namun impian tersebut bukanlah sekedar fase. Ia mendapatkan ketertarikan akan mobil-mobil cepat ketika menonton sebuah film sekitar enam tahun yang lalu dan sampai sekarang tidak pernah berhenti memimpikan tentang mobil-mobil tersebut.

Mobil-mobil cepat Ferrari adalah favoritnya namun mobil berotot lainnya juga akan menjadi favoritnya. Contohnya, Corvette Sting Ray tahun 1960-an. Mobil apapun yang cepat.

"Saya menjadi terpesona begitu saja dengan mesin-mesin yang cantik ini, kapasitas yang mereka miliki. Benar-benar fantastis," Abdel-Magied mengatakan.

Ia mengakui bahwa orang-orang terkadang terkejut mendengar hasrat yang agak kelaki-lakian tersebut dari seorang wanita Muslim yang berpakaian sopan, yang datang dari Sudan bersama orang tuanya ketika masih seorang balita dan menghabiskan awal-awal tahunnya di sebuah sekolah Islam Brisbane.

Namun Abdel-Magied nampaknya senang menerobos stereotip.

"Saya akan memunculkan beberapa kutipan acak mengenai mobil-mobil, dan orang-orang sepertinya mengatakan, 'Tenang saja, ia tahu apa yang sedang ia omongkan'."

Sekarang, gadis 19 tahun tersebut, dan akan memasuki tahun terkahirnya pada sebuah sarjana teknik mesin di Universitas Queensland, ia memproyekkan semua antusiasme yang menular dan tidak mudah tersebut dari generasinya.

Gadis yang menyandang predikat Young Queenslander of the Year pada tahun 2010 tersebut melatih sebuah tim sepak bola wanita untuk para gadis Muslim yang disebut "Shinpads and Hijabs".

Ia adalah seorang anggota dari Dewan Desain Queenslands dan pada usia 16 tahun menyiapkan sebuah jaringan untuk para remaja yang berpusat pada komunitas yang disebut, Youth Without Borders (Pemuda Tanpa Batasan).

"Saya tidak pernah mendapatkan waktu tidur selama delapan jam setiap malam," ia mengatakan. "Namun saya tidak masalah dengan hal tersebut, saya menikmati kesibukan, saya menikmati menolong orang-orang … ketika Anda ingin melakukan banyak hal, Anda menemukan waktu untuk melakukannya."

Abdel-Magied dilahirkan di ibukota Sudan, Khartoum dari orang tua yang memiliki sebuah pendidikan yang tinggi. Ayahnya adalah seorang insinyur listrik dan ibunya adalah seorang arsitek.

Namun, di Australia, kualifikasi profesional orang tuanya sebagian besat tidak diakui, sehingga hal ini berarti mereka harus memulai lagi dari awal. Ini adalah sebuah masalah yang banyak pendatang hadapi, Abdel-Magied mengatakan.

"Anda melihat begitu banyak orang datang dari berbagai negara dengan kualifikasi yang luar biasa, namun mereka harus mengulang lagi dari awal. Ada begitu banyak potensi yang tersia-siakan," ia mengatakan.

"Ada seorang pria yang pada dasarnya adalah Kerry O'Brien-nya Sudan – maksud saya ia telah menulis banyak buku, ia adalah seorang jurnalis – namun ia harus memulai permulaan baru. Ia kemudian menyopir taksi selama lima tahun."

Namun Abdel-Magied telah dengan jelas berkembang dan belajar untuk melintasi batasan-batasan budaya. Selama sekolah menengah atas, ia berpindah dari sekolah Islam ke sebuah perguruan tinggi Kristen, menjadi gadis pertama di sekolah tersebut yang mengenakan sebuah jibab.

Hal ini membuatnya menjadi suatu duta besar dari keyakinannya setelah serangan 11 September 2001, yang berarti banyak pertanyaan dari para teman siswanya.

Namun pengalaman tersebut juga memperluas pandangannya tentang Australia.

"Saya pernah bersekolah di sekolah Islami untuk waktu yang lama, pada saat itu adalah sebuah keputusan yang disengaja untuk orang tua saya – nilai-niai semacam itu dibangun dari dalam diri saya, dan dalam hal berjaga-jaga jikalau keyakinan saya goyah, maka hal tersebut tidak benar-benar terjadi," ia mengatakan.

"Saya tahu siapa saya dan saya tahu apa yang saya pertahankan."

Kehidupan sekarang membentang di hadapannya, dengan satu tahun sisa pendidikan universitas yang harus dijalani – dan prospek dari sebuah hubungan kemitraan intern dengan sebuah perusahaan mobil di Inggris bulan depan.

Setelah itu, ia mengatakan, siapa yang tahu.

"Saya merencanakan untuk membeli keseluruhan peralatan dan mengerjakan kendaraan saya sendiri."

Jalur cepat sudah memanggil-manggil. (ppt/ta) www.suaramedia.com
Share this article :
 
Copyright © 2013. Wanita Muslim - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger