Wahai putriku, aku masih teringat masa kecilmu, tampak kepolosanmu tanpa dosa. Terlintas dibenakku sebuah makna tanggung jawab. Dirimu pun akan selalu berkembang seiring berjalannya waktu. Dan tanpa terasa engkau telah di ambang kedewasaan. Tergugah kesadaranku bahwa tiba-tba dirimu dalam suasana yang amat menghawatirkan. Engkau berada pada zaman kejayayan iblis dan bagundal-bagundalnya dari bangsa manusia yang setiap saat siap hancurkanmu dengan segala yang dimilikinya. Zaman dengan budayanya dan zaman dengan pelaku-pelakunya.
Maafkan aku dan mohonkan aku ampun kepada Allah jika ternyata aku pun kurang serius memperhatikanmu. Aku telah lalai membekalimu hal-hal yang amat kau butuhkan kelak di akhirat. Aku jarang memperkenalkanmu kepada Allah dan Rasulullah SAW. Sekolah yang aku pilihkan untukmu hanya sekolah yang menghantarmu berbangga dengan dunia tanpa aku imbangi dengan pendidikan agama, yang sebenarnya lebih engkau butuhkan. Bahkan, Aku sering sodorkan padamu hal-hal yang membahayakanmu. Aku telah memasukkan pesan dan bisikan musuh-musuhmu ke rumahmu. Aku telah hadirkan dalam kehidupanmu potret moral yang busuk melalui layar televisi yang kau nikmati setiap saat. Aku pun telah membakalimu dengan handphone kontrol iblis yang senantiasa menyertaimu yang sebenarnya justru menyulitkanku untuk mengawasimu. Bahkan aku pun sering tidak peduli dengan perkembangan akhlakmu setiap saat. Aku hanya memikirkan kebutuhan lahirmu, makan, minum, baju dan tempat tinggal. Sementara kebutuhan hati dan jiwamu yang menghantarmu ke dalam kebahagiaan dalam keabadian di akhirat tidak pernah aku pikirkan. Bahkan kadang baju yang kubelikan pun baju yang mengundang nafsu pengikut iblis. Aku sering menjadi orang dungu yang hanya bisa bengong melihat dirimu berdandan untuk membangkitkan hawa nafsu budak iblis. Kecemburuanku kadang hilang dan menjadikan diriku kurang berarti bagimu.
Wahai putriku bantulah aku untuk mengembalikan kemuliaan pada dirimu. Maafkan aku jika saat ini aku berbeda dengan hari yang lalu. Kemarin aku lemah dan dungu yang amat membahayakanmu. Dan hari ini aku telah menyadari bahwa aku harus meninggalkan kedunguan dan kelemahanku demi kemulyaan dan kejayaanmu kelak diakhirat.
Aku tidak ingin disebut tolol dan dungu dengan pendidikanmu yang tidak membawa keselamatanmu di akhirat. Aku tidak mau di bilang bodoh melihat pakainnmu yang separoh hati kau kenakan, sebagian badanmu tertutup dan sebagian lagi terbuka. Aku tidak ingin kau dihinakan oleh mata jalang hamba hawa nafsu. Maka perhatiakan bahwa dirimu harus kau mulyakan. Berdandanlah dengan dandanan yang berwibawa dihadapan perampok-peramopok kehormatan. Jadikanlah mereka takut mendekatimu dan jera jika mereka berusaha menjailimu. Jangan kau rendahkan dirimu dengan kau umbar tubuhmu disana sini. Sebab jika dirimu tidak bisa menghargai dirimu sendiri maka orang lainpun tidak menghargaimu.
Kemulyaanmu wahai putriku pada kepribadianmu. Jika engkau berwibawa dan mulya maka lelaki jalang hamba hawa nafsupun akan enggan mendekatimu. Senyummu amat mahal jangan kau berikan kepada semua orang sebab tidak semua orang tahu nilai senyummu. Suaramu pun adalah nilai dirimu. Jangan bersuara yang mengundang nafsu di hadapan bagundal iblis sehingga mereka meremehkanmu. Telah banyak gadis-gadis seumurmu telah direndahkan oleh mereka. Lihatlah di sekitarmu, anak gadis sebaya denganmu telah tenggelam dalam kenistaan. Harga dirinya telah digadaikan dengan karir dan ketenaran.. Putriku, Sungguh itulah bahasa cinta dan kasihku yang engkau butuhkan saat ini.Aku sadar bahwa engkau saat ini sudah tidak butuh orang tua yang hanya bisa memanjamu. Akan tetapi saat ini engkau butuh orang tua yang mendidikmu dan menuntunmu kepada kemulyaan.
Jangan heran jika aku kadang cerewet wahai putriku dan songsonglah masa depanmu dengan kemulyaan.
Wallahu a’lam bishshowab
*Oase Iman Buya Yahya
(esqiel/muslimahzone.com)