Selaput dara adalah selaput tipis yang ada dalam kemaluan
wanita, yang oleh masyarakat disebut keperawanan, karena jika selaput
dara itu belum pecah atau sobek menunjukkan bahwa wanita itu belum
pernah melakukan hubungan seksual dengan lelaki. Walalupun tanda ini
tidaklah mutlak karena ada sebagian wanita yang tidak pecah selaput
daranya saat melakukan hubungan seksual.
Operasi selaput dara adalah cara untuk memperbaiki atau
mengembalikannya ke tempat semula. Untuk memudahkan menggali hukum
tentang operasi selaput dara, masalah ini dibagi menjadi beberapa
bagian, sesuai dengan sebab hilangnya (robeknya) selaput dara;
1. Hilang selaput dara bukan karena maksiat.
Seorang gadis mungkin saja kehilangan selaput daranya karena kecelakaan, membawa beban terlalu berat, jatuh, dan lain-lain. Begitu juga jika ia dalam keadaan masih kecil dan tertidur kemudian diperkosa orang atau ditipu.
Jika si gadis yang tidak berdosa itu melakukan operasi selaput dara, maka ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, sebagian ulama berpendapat itu dibolehkan, atau disunnahkan, atau malah menjadi wajib, dengan alasan-alasan sebagai berikut;
a) Kejadian yang menimpanya merupakan musibah, sebagaimana orang yang patah tulang atau luka bakar akibat kecelakaan. Jika orang-orang yang kena musibah seperti ini diperkenankan melakukan operasi dengan tujuan memperbaiki tubuhnya yang rusak, maka orang yang kehilangan selaput daranya pun diboleh kan untuk melakukan operasi demi mengembalikan bagian tubuh yang rusak tadi.
b) Menyelamatkan si gadis dari tuduhan miring fitnah, sekaligus menutupi aib yang menimpa dirinya. Hal ini sejalan dengan ruh Islam, yang memerintahkan untuk menutupi aib saudaranya.
“Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Namun, walaupun begitu, sebagian ulama tidak membolehkan operasi selaput dara karena mungkin saja orang lain tahu dari pihak-pihak tertentu, walaupun si gadis sudah melakukan operasi selaput dara.
Selain itu, aurat si gadis tadi akan terlihat oleh dokter padahal operasi ini bukanlah hal yang darurat. Sedangkan untuk menghindari fitnah, bisa saja dengan menjelaskan kepada calon suami atau kepada masyarakat bahwa selaput dara yang hilang itu karena kecelakaan bukan karena zina.
Dari dua pendapat diatas, maka siapa saja yang selaput daranya robek, atau hilang karena kecelakaan, atau karena hal-hal lain yang tidak termasuk maksiat, sebaiknya tidak usah melakukan operasi karena hal itu bukanlah hal yang darurat. Akan tetapi, jika memang keadaannya sangat mendesak dan benar-benar membawa maslahat yang besar, maka hal itu dibolehkan juga.
2. Hilang selaput dara karena zina dan masyarakat mengetahuinya.
Orang yang berzina dibagi menjadi dua keadaan;
3. Hilangnya selaput dara karena pernikahan.
Hilangnya selaput dara dalam pernikahan adalah sesuatu yang wajar dan normal. Sehingga melakukan operasi selaput dara pada keadaan seperti ini merupakan tindakan yang sia-sia dan menghambur-hamburkan uang dan waktu.
Selain itu, mau tidak mau , harus membuka auratnya yang paling vital dan tentunya akan dilihat oleh para dokter yang melakukan operasi. Dengan demikian melakukan operasi selaput dara dalam kondisi seperti ini merupakan tindakan yang tercela dan dilarang dalam Islam. Para dokter yang melakukan operasi juga ikut berdosa. Para ulama sepakat dalam hal ini. Wallahua’lam bish shawab.
Sumber: Halal dan Haram dalam Pengobatan, Dr. Ahmad Zain An Najah, MA
1. Hilang selaput dara bukan karena maksiat.
Seorang gadis mungkin saja kehilangan selaput daranya karena kecelakaan, membawa beban terlalu berat, jatuh, dan lain-lain. Begitu juga jika ia dalam keadaan masih kecil dan tertidur kemudian diperkosa orang atau ditipu.
Jika si gadis yang tidak berdosa itu melakukan operasi selaput dara, maka ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, sebagian ulama berpendapat itu dibolehkan, atau disunnahkan, atau malah menjadi wajib, dengan alasan-alasan sebagai berikut;
a) Kejadian yang menimpanya merupakan musibah, sebagaimana orang yang patah tulang atau luka bakar akibat kecelakaan. Jika orang-orang yang kena musibah seperti ini diperkenankan melakukan operasi dengan tujuan memperbaiki tubuhnya yang rusak, maka orang yang kehilangan selaput daranya pun diboleh kan untuk melakukan operasi demi mengembalikan bagian tubuh yang rusak tadi.
b) Menyelamatkan si gadis dari tuduhan miring fitnah, sekaligus menutupi aib yang menimpa dirinya. Hal ini sejalan dengan ruh Islam, yang memerintahkan untuk menutupi aib saudaranya.
“Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Namun, walaupun begitu, sebagian ulama tidak membolehkan operasi selaput dara karena mungkin saja orang lain tahu dari pihak-pihak tertentu, walaupun si gadis sudah melakukan operasi selaput dara.
Selain itu, aurat si gadis tadi akan terlihat oleh dokter padahal operasi ini bukanlah hal yang darurat. Sedangkan untuk menghindari fitnah, bisa saja dengan menjelaskan kepada calon suami atau kepada masyarakat bahwa selaput dara yang hilang itu karena kecelakaan bukan karena zina.
Dari dua pendapat diatas, maka siapa saja yang selaput daranya robek, atau hilang karena kecelakaan, atau karena hal-hal lain yang tidak termasuk maksiat, sebaiknya tidak usah melakukan operasi karena hal itu bukanlah hal yang darurat. Akan tetapi, jika memang keadaannya sangat mendesak dan benar-benar membawa maslahat yang besar, maka hal itu dibolehkan juga.
2. Hilang selaput dara karena zina dan masyarakat mengetahuinya.
Orang yang berzina dibagi menjadi dua keadaan;
a) Dia telah melakukan zina tapi
masyarakat belum mengetahuinya. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
Sebagian membeolehkan dengan alasan menutupi aibnya. Namun, sebagian
tidak membolehkannya dengan alasan hal itu akan mendorongnya dan
mendorong orang lain terus-menerus berbuat zina, karena dengan mudah ia
akan melakukan operasi selapu dara dan hal ini akan membawa mafsadat
yang besar bagi masyarakat.Jadi, dalam hal ini dilihat jika memang
operasi tersebut benar-benar membawa maslahat yang besar tidak apa-apa
dilakukan, tapi jika tidak, sebaiknya diurungkan melakukan operasi
selaput dara.
b) Dia sudah melakukan zina dan masyarakat
sudah mengetahuninya. Dalam hal ini para ulama bersepakat untuk
mengharamkan operasi selaput dara karena mafsadat yang ditimbulkan jauh
lebih besar dan tidak ada maslahat sama sekali dalam hal itu.
3. Hilangnya selaput dara karena pernikahan.
Hilangnya selaput dara dalam pernikahan adalah sesuatu yang wajar dan normal. Sehingga melakukan operasi selaput dara pada keadaan seperti ini merupakan tindakan yang sia-sia dan menghambur-hamburkan uang dan waktu.
Selain itu, mau tidak mau , harus membuka auratnya yang paling vital dan tentunya akan dilihat oleh para dokter yang melakukan operasi. Dengan demikian melakukan operasi selaput dara dalam kondisi seperti ini merupakan tindakan yang tercela dan dilarang dalam Islam. Para dokter yang melakukan operasi juga ikut berdosa. Para ulama sepakat dalam hal ini. Wallahua’lam bish shawab.
Sumber: Halal dan Haram dalam Pengobatan, Dr. Ahmad Zain An Najah, MA